Friday, July 24, 2015

The Power of Now

Kalau ada ang bertanya ke saya apa buku-buku yang mengubah hidup saya. Salah satu buku-nya adalah ini: The Power of Now, by Eckhart Tolle. Susah menjelaskan apa yang sebenarnya diajarkan oleh buku ini, sampai buku ini berasa seperti kitab yang saya baca-baca ulang terus.

Serunya, karena membaca buku ini, semua ajaran agama menjadi masuk akal. Konsep manusia menjadi masuk akal. Hidup ini menjadi lebih masuk akal. Dan terlebih, kenapa gue depresi selama 5 tahun itu masuk akal banget. Kenapa gue drama itu masuk akal banget.

Jujur, buku ini juga bukan untuk semua orang. Karena beberapa teman yang gue rekomendasikan pun juga gak tertarik. Mungkin ada masanya. Mungkin mereka pun belum siap dengan perubahan. Mungkin mereka masih ingin berada dalam kurungnya.

Beberapa teman yang sudah membacanya, well… they shine brighter. Mereka bisa lebih menikmati hidup, dengan otentik. Indah banget.

Males baca keseluruhan bukunya? Coba baca ini dulu. If you’re ready.



You are not your mind. Be aware of your thinking. 


“Being must be felt. It can’t be thought.”

Di sini, Eckhart mengatakan bahwa “You are not your mind.” Kamu adalah bukan pikiranmu.

What? Apa artinya? Pernahkah kamu mengamati apa yang kamu pikirkan? Pikiran-pikiran seperti “Aduh, gue bodo banget sih.” “Gue gak tau mesti ngapain.” “Andaikan gue gak seperti ini.” Dll. Walaupun kamu memikirkan hal-hal ini, bukan berarti kamu adalah pikiran-pikiran ini. Tetapi, sering kali, kita mengidentifikasikan kita dengan pikiran-pikiran kita sendiri. Yang terjadi, akhirnya kita terlalu banyak “Thinking” dengan tidak sadar dan tidak bisa “Being.”

Setiap kali kita merasa sedih, itu sebenarnya kita sedang memainkan kaset pikiran ini berkali-kali seperti musik favorit kita. Kita sendiri yang membuat diri kita sedih dengan memikirkan hal-hal yang terjadi di masa lalu ataupun masa sekarang.

‘Being’ itu hanya bisa terjadi di masa saat ini. Dan being itu terjadi ketika kita mengamati dan merasakan apa yang kita lalui di detik ini juga. Di mana kita benar-benar menyatu dengan saat ini.

Jadi, ketika kamu menemukan dirimu sedang mikirin hal-hal gak penting, coba amati. Jangan dihakimi. Lama kelamaan pikiran-pikiran itu akan hilang dengan sendirinya.

“The primary cause of unhappiness is never the situation but thought about it. Be aware of the thoughts you are thinking. Separate them from the situation, which is always neutral. It is as it is.”

Penyebab ketidakbahagiaan yang utama bukan situasi yang terjadi, tetapi pemikiran kita tentang situasi tersebut. #jleb

Ini sebabnya kita harus selalu sadar dengan apa yang kita pikiran. Situasi itu selalu netral. Situasi itu menjadi baik atau buruk karena pikiran kita, karena judgement kita sendiri. Biarlah situasi menjadi situasi. With no judgement.

“In today’s rush we all think too much, seek too much, want too much and forget about the joy of just Being.”

Kita sekarang berpikir terlalu banyak, mencari terlalu banyak, menginginkan terlalu banyak dan lupa kebahagiaan dari hanya ‘Being.

Oom Eckhart mengajarkan untuk menanyakan diri kita 3 pertanyaan ini setiap kali kita melakukan sesuatu:

    Apakah saya sedang ada di saat ini?

    Apakah saya sedang fokus di aktivitas yang sedang dilakukan?

    Atau apakah badan saya di sini tetapi pikiran-pikiran saya ada di lala land?


Contohnya, setiap kali kamu naik turun tangga di rumah misalnya, coba perhatikan setiap langkah yang kamu ambil, perhatikan setiap detik yang berlalu, termasuk nafasmu. Be totally present.


There is no past. There is no future. Only the present moment.
Problems are created because we are stuck in the past or future.



“Stress is caused by being “here” but wanting to be “there,” or being in the present but wanting to be in the future.” Jadi, kalau selama ini  stress itu bukan karena situasi yang terjadi, tetapi karena kita gak mau ada di ‘sini’.

“The past has no power over the present moment.”
Masa lalu ya masa lalu. Masa sekarang ya masa sekarang. Ketika masa lalu itu terbawa-bawa sampai sekarang itu karena kita kebanyakan memikirkan masa lalu. Ketika kita fokus ke saat ini, masa lalu tidak lagi memiliki kuasa atas saat ini.

“Realize deeply that the present moment is all you have. Make the NOW the primary focus of your life.”
Waktu itu hanya sebuah ilusi, kata oom Eckhart. Masa lalu sudah lewat. Masa depan belum ada. Yang kita miliki memang HANYA saat ini. Sering kali kita malah lebih fokus ke masa lalu ataupun masa depan. Contohnya saja, ketika mandi, jarang sekali kita benar-benar merasakan bagaimana rasa air itu di tubuh kita, suara shower yang turun, kerlap-kerlip air yang jatuh, wanginya sabun dan shampoo. Yang ada kita malah kebanyakan MIKIR secara gak sadar. Mikirin nanti mesti ngapain, apa yang sudah dilakukan, apa yang belum, mikirin si itu yang nyebelin, dll.

Untuk menjadikan SAAT INI menjadi fokus kita, itu memang pelajaran baru.

“As soon as you honor the present moment, all unhappiness and struggle dissolve, and life begins to flow with joy and ease. When you act out the present-moment awareness, whatever you do becomes imbued with a sense of quality, care, and love – even the most simple action.”

Begitu kita menghargai saat ini, semua ketidakbahagiaan dan kesulitan mulai hilang perlahan-lahan. Dan hidup mulai mengalir dengan kemudahan dan kebahagiaan. Ketika kita bertindak dari kesadaran di saat ini, apapun yang kita lakukan akan penuh dengan kualitas, kepedulian dan cinta — termasuk hal-hal yang paling kecil.
Seperti mencuci piring. Atau menyetir di tengah kemacetan. Atau mandi. Minum kopi. Ngobrol dengan seseorang.

“The mind unconsciously loves problems because they give you an identity of sorts.”
Jadi, the mind itu suka dengan masalah karena itu memberikan kita identitas? Membuat kita merasa penting? Yang sebenarnya hanya kita ngasih makan ego kita sendiri, gitu? Wow.

“Unease, anxiety, tension, stress, worry — all forms of fear — are caused by too much future, and not enough presence. Guilt, regret, resentment, grievances, sadness, bitterness, and all forms of nonforgiveness are caused by too much past, and not enough presence. Most people find it difficult to believe that a state of consciousness totally free of all negativity is possible. And yet this is the liberated state to which all spiritual teachings point. It is the promise of salvation, not in an illusory future but right here and now.”

Semua rasa tidak nyaman, gelisah, beban, stress, khawatir – semua form dari rasa takut – disebabkan oleh kebanyakan memikirkan masa depan dan tidak ada di saat ini. Rasa bersalah, penyesalan, benci, kesedihan, kepahitan dan kesulitan memaafkan adalah sebab dari kebanyakan memikirkan masa lalu. Kebanyakan orang memang susah untuk percaya bahwa kita bisa untuk benar-benar bebas dari semua yang negatif. Ini sebenarnya yang diajarkan oleh semua pembelajaran spiritual.


 Be aware of the difference between your “life” and “life situation.”


 “Life will give you whatever experience is most helpful for the evolution of your consciousness. How do you know this is the experience you need? Because this is the experience you are having at the moment.”

Jadi hidup itu akan memberikan kita pengalaman yang sebenarnya kita butuhkan untuk ‘naik kelas’. Dan memang itu pengalaman yang kita butuhkan karena itu adalah pengalaman yang kita alami. Jelas banget. Dan memahami ini membuat kita untuk lebih bisa menerima pengalaman yang datang ke hidup kita dengan lapang dada. Bahwa sebenarnya inilah pengalaman yang gue butuhkan.


“Whatever the present moment contains, accept it as if you had chosen it.”
Apapun yang dibawa oleh masa saat ini, terimalah seperti kamu sendiri yang telah memilihnya. Teringat kata-kata “What you resist, persists.”Apapun yang kita tolak akan terus datang kembali. Jadi, masuk akal banget untuk bisa menerima apapun yang hadir dalam hidup kita seperti kita sendiri yang telah memilihnya.

Wow.

“Any action is often better than no action, especially if you have been stuck in an unhappy situation for a long time. If it is a mistake, at least you learn something, in which case it’s no longer a mistake. If you remain stuck, you learn nothing.”

Tindakan apapun lebih baik daripada tidak melakukan apapun. Terlebih kalau kita telah terjebak di situasi yang tidak menyenangkan untuk waktu yang lama. Toh, kalau kita melakukan kesalahan kita bisa belajar dari situ dan itu tidak menjadi kesalahan kembali. Kalau kita tidak melakukan apa-apa, kita tidak belajar apapun juga.

Dan, sering kali kita bingung mesti melakukan tindakan apa. Ternyata, apapun itu membantu. Dibanding diam saja dan tidak melakukan apa-apa.

 Be aware of your Pain-Body.



 Apa itu pain-body? Pain body adalah emotional pain yang terus hadir.

Contohnya ketika kita baru putus, kita terus-terus merasakan sakit yang diakibatkan putus ini. Dan biasanya kita terus mengidentifikasikan diri kita dengan rasa sakit ini. Pain-body ini menjadi semakin penting karena memberikan kita ‘a sense of self’. Seperti, “Gue sakit hati." "Gue adalah orang yang mengalami kehilangan." 
 "Gue merana.” Dll.Nah, masalahnya, ketika beridentifikasi dengan pain-body ini, ego kita pun semakin beridentifikasi dengannya. Dan pain ini menjadi self-image kita. Di sini kita adalah masa lalu, kehilanan dan rasa sakit.


“Just as you cannot fight the darkness, you cannot fight the pain-body. Trying to do so would create inner conflict and thus further pain. Watching is enough. Watching it implies accepting it as part of what *is* at that moment.”
Seperti kita tidak bisa melawan kegelapan, kita tidak bisa melawan pain-body. Karena itu akan menyebabkan konflik internal dan rasa sakit lagi. Cukup kita mengamatinya. Dengan mengamatinya, itu berarti kita telah menerima ‘saat ini’.
“The pain-body, which is the dark shadow cast by the ego, is actually afraid of the light of your consciousness. It is afraid of being found out.”
Dan sebenarnya, pain-body, bayangan dari ego kita ini, sebenarnya takut dengan sinar kesadaran kita. Ia takut ditemukan. Karena begitu ia disinari, ia mulai menghilang.


Take care of the inside.



“You attract and manifest whatever corresponds to your inner state.”

“If you get the inside right, the outside will fall into place. Primary reality is within; secondary reality without.”

“Your outer journey may contain a million steps; your inner journey only has one: the step you are taking right now.”

“If you get the inside right, the outside will fall into place.”


Kita mendapatkan apapun dalam hidup ini yang mencerminkan apa yang ada di dalam diri kita. Kalau yang di dalam itu sudah baik, maka yang di luar pun akan membaik dengan sendirinya. Perjalanan kita di dunia luar bisa mencakup jutaan langkah, tetapi perjalanan di dalam diri hanya 1 langkah, yaitu langkah saat ini.

Sering kali kita lebih ingin mengubah dan memperbaiki realita kita, dunia yang kita lihat. Padahal sebenarnya, kalau kita membenarkan apa yang ada di dalam, itu dengan sendirinya mengubah yang di luar. Ini keren banget. Jadi, dunia ini sebenarnya cermin kita. Kalau dunia/realita kita tidak menyenangkan dan penuh dengan hal-hal negatif, mungkin dalam diri kita yang mesti dibereskan terlebih dahulu.



Drop the negativity.



Once you have identified with some form of negativity, you do not want to let it go, and on a deeply unconscious level, you do not want positive change. It would threaten your identity as a depressed, angry or hard-done by person. You will then ignore, deny or sabotage the positive in your life. This is a common phenomenon. It is also insane.”

Ini yang sulit. Begitu kita telah mengidentifikasikan diri kita dengan hal-hal negatif, kita tidak ingin melepaskannya. Secara tidak sadar, kita tidak ingin perubahan positif, karena itu akan menantang identitas kita sebagai seseorang yang depresif, pemarah, dll. Yang kemudian kita sendiri yang mengabaikan, menolak ataupun mensabotase semua hal yang positif yang terjadi di dunia kita. Ini menjadi sesuatu yang sangat biasa. Dan gila.


“The light is too painful for someone who wants to remain in darkness.”
Ini juga sebabnya, positivity menjadi hal yang sangat menyakitkan bagi seseorang yang ingin selalu ada di dalam negativitasnya. Mungkin ini sebabnya kalau kita lagi negatif, kita sebel banget melihat orang-orang yang positif.

“See if you can catch yourself complaining, in either speech or thought, about a situation you find yourself in, what other people do or say, your surroundings, your life situation, even the weather. To complain is always nonacceptance of what is. It invariably carries an unconscious negative charge. When you complain, you make yourself into a victim.”
Coba kalau kamu bisa menangkap dirimu komplain, baik di pikiran atau melalui kata-kata. Tentang apapun, baik situasi, apa yang orang lain lakukan atau katakan, sekelilingmu, situasi hidupmu ataupun hawa di luar. Ketika kita komplain atau mengeluh, itu sebenarnya kita sedang menolak apa yang terjadi saat ini. Yang akhirnya membawa energi negatif. Ketika kita komplain, kita menjadikan diri kita victim.

“Where there is anger there is always pain underneath.”
Dan setiap kali kita marah, itu hanya mengingatkan bahwa kita masih banyak rasa sakit di dalam.
“Is there a difference between happiness and inner peace? Yes. Happiness depends on conditions being perceived as positive; inner peace does not.”

Apakah ada perbedaan antara ‘happiness’ dan ‘inner peace’? Ya. Happiness tergantung dari kondisi yang dipersepsikan sebagai positif; inner peace tidak tergantung apapun. Jadi, terlepas apa yang terjadi di dunia ini, kita sebenarnya tetap bisa merasakan inner peace.


Pay attention and surrender to the Now.



“Accept — then act. Whatever the present moment contains, accept it as if you had chosen it. Always work with it, not against it. Make it your friend and ally, not your enemy. This will miraculously transform your whole life.”

Ingat. Apapun yang terjadi dalam hidup, terima dulu baru lakukan tindakan. Terima seperti kamu telah memilihnya sendiri. Bekerja samalah dengannya, bukan bertarung dengannya. Jadikan teman dan bukan musuh. Ini yang akan mengubah hidupmu.

“The moment that judgment stops through acceptance of what is, you are free of the mind.”
Begitu kita berhenti menghakimi situasi, kita bebas dari ‘the mind’. Dan masuk ke ‘being.’
“If you are present, there is never any need for you to wait for anything. So next time somebody says, “Sorry to have kept you waiting,” you can reply, “That’s all right, I wasn’t waiting. I was just standing”
Dan ketika kita sedang ada di saat ini, tidak pernah ada momen menunggu. Jadi, lain kali ketika seseorang mengatakan “Maaf ya telah membuat kamu menunggu,” kamu bisa menjawab, “Ga papa kok, gue gak nunggu juga. Gue cuma berdiri saja.”
“Gratitude for the present moment and the fullness of life now is true prosperity.”
Kaya? Apa artinya? Kaya itu adalah memiliki rasa syukur kepada momen saat ini dan hidup di saat ini.
(by kaskus)