Sunday, March 14, 2010

About Love

When two people love each other, nothing is more imperative and
delightful than giving. " - Guy de Maupassant -

Cinta berpijak pada perasaan sekaligus akal sehat. Miskonsepsi
pertama yang ditentang Bowman adalah manusia jatuh cinta dengan
menggunakan perasaan belaka. Betul, kita jatuh cinta dengan hati.
Tapi agar tidak menimbulkan kekacauan di kemudian hari, kita
diharapkan untuk juga menggunakan akal sehat.

Bohong besar kalau kita bisa jatuh cinta dengan begitu saja tanpa
bisa mengelak. Yang sesungguhnya terjadi, proses jatuh cinta
dipengaruhi tradisi, kebiasaan, standar, gagasan, dan deal kelompok
dari mana kita berasal.

Bohong besar pula kalau kita merasa boleh berbuat apa saja saat
jatuh cinta, dan tidak bisa dimintai pertanggungjawaban bila
perbuatan-perbuatan impulsif itu berakibat buruk suatu ketika nanti.

Kehilangan perspektif bukanlah pertanda kita jatuh cinta, melainkan
sinyal kebodohan. Cinta membutuhkan proses, Bowman juga menolak
anggapan cinta bisa berasal dari pandangan pertama. "Cinta itu
tumbuh dan berkembang dan merupakan emosi yang kompleks," katanya.

Untuk tumbuh dan berkembang, cinta membutuhkan waktu. Jadi memang
tidak mungkin kita mencintai seseorang yang tidak ketahuan asal-
usulnya dengan begitu saja.

Cinta tidak pernah menyerang tiba-tiba, tidak juga jatuh dari
langit. Cinta datang hanya ketika dua individu telah berhasil
melakukan orientasi ulang terhadap hidup dan memutuskan untuk
memilih orang lain sebagai titik fokus baru. Yang mungkin terjadi
dalam fenomena "cinta pada pandangan pertama" adalah pasangan
terserang perasaan saling tertarik yang sangat kuat bahkan sampai
tergila-gila. Kemudian perasaan kompulsif itu berkembang jadi cinta
tanpa menempuh masa jeda. Dalam kasus "cinta pada p andangan
pertama", banyak orang tidak
benar-benar mencintai pasangannya, melainkan jatuh cinta pada konsep
cinta itu sendiri. Sebaliknya dengan orang yang benar-benar
mencinta, mereka mencintai pasangan sebagai personalitas yang utuh.

Cinta tidak menguasai dan mengalah, tapi berbagi. Bukan cinta
namanya bila kita berkehendak mengontrol pasangan. Juga bukan cinta
bila kita bersedia mengalah demi kepuasan kekasih. Orang yang
mencinta tidak menganggap kekasih sebagai atasan atau bawahan, tapi
sebagai pasangan untuk berbagi, juga untuk mengidentifikasi diri.
Bila kita berkeinginan menguasai kekasih (membatasi pergaulannya,
melarangnya beraktivitas positif, mengatur seleranya berbusana,
selalu mengkritik semua kekurangannya) atau melulu
mengalah (tidak protes bila kekasih berbuat buruk, tidak keberatan
dinomorsekiankan), berarti kita belum siap memberi dan menerima
cinta.

Cinta itu konstruktif.
Individu yang mencinta berbuat sebaik-baiknya demi kepentingan
sendiri sekaligus demi (kebanggaan) pasangan. Dia berani berambisi,
bermimpi konstruktif, dan merencanakan masa depan. Sebaliknya dengan
yang jatuh cinta impulsif. Bukannya berpikir dan bertindak
konstruktif, dia kehilangan ambisi, nafsu makan, dan minat terhadap
masalah sehari-hari. Yang dipikirkan hanya kesengsaraan pribadi.
Impiannya pun tak mungkin tercapai.
Bahkan impian itu bisa menjadi subsitusi kenyataan.

Cinta tidak melenyapkan semua masalah Penganut faham romantik
percaya cinta bisa mengatasi masalah. Seakan-akan cinta itu obat
bagi segala penyakit (panacea). Kemiskinan dan banyak problem lain
diyakini bisa diatasi dengan berbekal cinta belaka. Faktanya, cinta
tidaklah seajaib itu. Cinta hanya bisa membuat sepasang kekasih
berani menghadapi masalah. Permasalahan seberat apapun mungkin
didekati dengan jernih agar bisa dicarikan jalan keluar. Orang yang
tengah mabuk kepayang-berarti tidak benar-benar mencinta-cenderung
membutakan mata saat tercegat masalah. Alih-alih bertindak dengan
akal
sehat, dia mengenyampingkan problem.

Cinta cenderung konstan
Ya, cinta itu bergerak konstan. Maka kita patut curiga bila grafik
perasaan kita pada kekasih turun naik sangat tajam. Kalau saat jauh
kita merasa kekasih lebih hebat dibanding saat bersama, itu pertanda
kita mengidealisasikannya, bukan melihatnya secara realistis. Lantas
saat kembali bersama, kita memandang kekasih dengan lebih kritis dan
hilanglah
segala bayangan hebat itu. Sebaliknya berhati-hatilah bila kita
merasa kekasih hebat saat kita
berdekatan dengannya dan tidak lagi merasakan hal yang sama sa at
dia jauh. Hal sedemikian menandakan kita terkecoh oleh daya tarik
fisik. Cinta terhitung sehat bila saat dekat dan jauh dari pasangan,
kita menyukainya dalam kadar sebanding.

Cinta tidak bertumpu pada daya tarik fisik
Dalam hubungan cinta, daya tarik fisik memang penting. Tapi bahaya
bila kita menyukai kekasih hanya sebatas fisik dan membencinya untuk
banyak faktor lainnya. Saat jatuh cinta, kita menikmati dan memberi
makna penting bagi setiap kontak fisik. Kontak fisik, ketahuilah,
hanya terasa menyenangkan bila kita dan pasangan saling menyukai
personalitas
masing-masing. Maka bukan cinta namanya, melainkan nafsu, bila kita
menganggap kontak fisik hanya memberi sensasi menyenangkan tanpa
makna apa-apa. Dalam cinta, afeksi terwujud belakangan saat hubungan
kian dalam. Sedang nafsu menuntut pemuasan fisik sedari permulaan.

Cinta tidak buta, tapi menerima
Cinta itu buta? Tidak sama sekali. Orang yang mencinta melihat dan
menyadari sisi buruk kekasih. Karena besarnya cinta, dia berusaha
menerima
dan mentolerir. Tentu ada keinginan agar sisi buruk itu membaik.
Namun
keinginan itu haruslah didasari perhatian dan maksud baik. Tidak
boleh ada
kritik kasar, penolakan, kegeraman, atau rasa jijik. Nafsulah yang
buta.
Meski pasangan sanga t buruk, orang yang menjalin hubungan dengan
penuh
nafsu menerima tanpa keinginan memperbaiki. Juga meninggalkan
pasangan saat
keinginannya terpuaskan, hanya karena pasangan punya secuil
keburukan yang
sangat mungkin diperbaiki.

Cinta memperhatikan kelanjutan hubungan
Orang yang benar-benar mencinta memperhatikan perkembangan hubungan
dengan
kekasih. Dia menghindari segala hal yang mungkin merusak hubungan.
Sebisa
mungkin dia melakukan tindakan yang bisa memperkuat, mempertahankan,
dan
memajukan hubungan. Orang yang sedang tergila-gila mungkin saja
berusaha
keras menyenangkan kekasih. Namun usaha itu semata-mata dilakukan
agar
kekasih menerimanya, sehingga tercapailah kepuasan yang diincar.
Orang yang
mencinta menyenangkan pasangan untuk memperkuat hubungan.

Cinta berani melakukan hal menyakitkan
Selain berusaha menyenangkan kekasih, orang yang sungguh-sungguh
mencinta
memiliki perhatian, keprihatinan, pengertian, dan keberanian untuk
melakukan hal yang tidak disukai kekasih demi kebaikan. Seperti
seorang
ibu yang berkata "tidak" saat anaknya meminta es krim, padahal
sedang flu.

Begitulah kita semua seharusnya bersikap pada pasangan....