Dari SMP sampai sekarang, kalau sudah tentang cinta, rasanya kok gak pinter-pinter ya. Butuh nabrak berkali-kali dan patah hati berkali-kali dan belum tentu mendapatkan lesson learnednya. Melihat kebelakang, ini hal-hal yang gue pelajari sebagai #reminder ketika masuk ke relationship yang baru (atau yang sekarang) yang gue rasa membantu gue banget memiliki hubungan yang ‘sehat’.
Let me know what you think.
1. It’s never a good idea to change me to fit the other person.
Gue inget banget jaman-jaman gue berusaha banget menyukai musik maupun film yang dia sukai. Sampai kalau dipikir-pikir hal-hal yang gue sukai jaman tersebut adalah hal-hal yang dia sukai. Sampai akhirnya gue kehilangan identitas diri gue sendiri karena gue terlalu ingin untuk dia menyukai gue.
Ada temen gue cerita ketika baru putus dari pacaran 7 tahun, “Gue baru sadar bahwa gue membangun hidup gue mengelilingi dunianya, sampai gue berubah banget. Dan sekarang gue sampai tidak mengenali siapa diri gue lagi.”
We do that. Kita bisa kehilangan diri kita dalam sebuah relationship. Malah, sebaliknya, perkuat your passion sehingga kita pun bisa menginspire orang lain.
Gue belajar bahwa hubungan bukan menghitung banyaknya persamaan, tetapi sejauh mana kita bisa memperkaya satu sama lain dari perbedaan kita. Sehingga dalam perjalanannya kit memperkuat diri kita dengan kehadiran orang lain.
Tanyakan ke diri sendiri, “How have you become better because this other person?” dan sebaliknya “Bagaimana orang ini telah lebih baik karena ada gue?”
2. If you want it too much, it’s desperation. Then it becomes an addiction. Then it’s not healthy anymore.
Terkadang kita terlalu desperate. Melihat sekeliling kita sudah pada pacaran, menikah, punya anak, memberikan pressure juga ke diri kita sehingga kita bisa melakukan hal-hal yang mensabotase diri kita sendiri, seperti:
- Mencari di tempat-tempat yang salah
- Mau melakukan segalanya agar orang lain suka dengan kita
- Mau mengkompromise semuanya walau kita gak happy
- Mau menunggu bertahun-tahun (digantungin) walau sebenarnya dia gak suka-suka banget sama kita.
“I can’t live without you. I can’t love anyone else like I love you.” <— #lebay.
“I can live without you. But my life is a lot more colorful with you in it” <— #beautiful
Nothing healthy comes out of desperation. Karena apapun yang kita lakukan jadi memaksakan diri. Kita melakukannya karena rasa takut, bukan karena cinta.
3. We love the IDEA of the person, and not the person itself.
Bisa sih kalau mau menyalahkan fairy tales, tapi apa untungnya salah-salahan. Kita ingin pasangan yang ‘perfect’, the prince charming ataupun trophy wife — semua yang ‘kelihatannya’ keren, karena kalau mereka keren, kitapun akan terlihat keren kan?
Seperti apply untuk pekerjaan kan, di kertas (CV/Resume) kelihatannya keren banget, tetapi apakah itu yang paling cocok untuk kita?
Di CV/Resume itu tidak terlihat values atau karakternya. Kita menilai dari hal-hal yang kelihatan tetapi jadi melupakan what matters most seperti:
- Bagaimana dia memperlakukan orang lain selain saya?
- Apakah dia akan ada atau lari dari masalah?
Relationship bukan tentang siapa mereka dan apa yang mereka lakukan, tetapi apa yang kita rasakan ketika kita bersama dengan mereka.
4. Never expect people to CHANGE.
Gak ada yang perfect. Semua orang itu ada kekuatannya dan kelemahannya. Semoga semua kekuatannya bisa cukup untuk kamu menerima semua kelemahannya. Dan cinta itu tentang menerima seseorang seutuhnya, bukan sebagian. Bukankah kita seindiri juga ingin dicintai secara utuh?
Kalau kamu masih suka ngomong, “Yah, semoga suatu hari nanti dia berubah.” —> Lupakan. It’s not going to happen. Gak sehat untuk kamu maupun dia.
What you focus one expands. Karena terkadang kita lebih banyak fokus ke hal-hal yang negatif dan kurang fokus ke hal-hal yang positif sehingga gak pernah ada yang cukup.
Akhirnya kita terlalu banyak ekspektasi terhadap orang tersebut. Dia harus A, B, C ataupun “Kalau loe cinta sama gue elo harus melakukan A, B, C.” Kalau sudah mulai pakai kata ‘harus’ itu sudah gak sehat lagi
5. Sometimes, it just doesn’t work out.
Terkadang, kita harus berpisah. And it’s okay. Kita gak perlu cocok dengan semua orang dan gak mungkin cocok dengan semua orang. Ini kan proses.
Relationship itu juga tentang mensinkronkan values, komitmen, gaya komunikasi dan juga sense of purpose. Jangan sampai yang kita lakukan itu karena terpaksa, gak enakan ataupun dipaksakan. If it doesn’t feel good, take notes.
Contoh, beberapa hal yang akhirnya gue tahu gue gak akan pernah bisa pacaran sama orang-orang yang punya kualitas sebagai berikut:
- kalo becanda merendahkan orang lain
- suka nyuruh-nyuruh gak penting karena gue yang perempuan (*toyor*)
- kalau ngomong sama waiter/asisten rumah tangga ketus
- kalau berantem selalu mencari siapa yang salah (dan selalu gue) dan bukan apa yang bisa dilakukan sekarang
Cukuplah bisa di blacklist
Untuk tahu apa hal-hal yang kita gak mungkin bisa toleransi di orang lain itu penting, karena it shows our values dan nilai-nilai yang penting di dalam hidup kita.
6. Relationship is about what you put in as much as what you take out.
Sering kali kita ditanya ingin pasangan/hubungan seperti apa? Lalu kita jawab kita ingin A, B, C dan listnya panjang sekali. Tetapi jarang kita ditanya, “Apa yang kamu bisa kontribusikan dalam sebuah hubungan?”
I love that question. Karena sekarang dalam setiap relationship (gak cuma yang romantis-romantis saja) gue mencoba bertanya ke diri gue:
- Sudahkah gue make quality time untuk orang ini?
- Apakah gue selalu mengapresiasinya atas diri maupun hal-hal yang dilakukannya (dan gak cuma kritik doang)?
- Sudahkah gue put my effort dalam relationship ini?
- Apakah gue memberikan humor dan juga kebahagiaan di sini?
- Apakah gue selalu menunjukkan respect ke orang ini?
- Apakah gue selalu mengatakan thank you dan juga maaf ketika melakukan kesalahan?
- Bisakah orang ini merasakan cinta gue? #eaaaah
Where you plant love, it grows. Don’t take things for granted.
7. It’s not going to work if you don’t love yourself first.
Sam: Why do I and everyone I love pick people who treat us like we’re nothing?
Charlie: We accept the love we think we deserve.
- The Perks of Being a Wallflower
Kalau kamu belum bisa menerima dan mencintai dirimu apa adanya, selalu butuh approval dan perhatian, maka dengan siapapun kamu akan terus mengambil energi mereka. Dan cinta seperti apapun tidak akan pernah cukup karena selalu berasal dari luar dan bukan dari dalam diri.